Subscribe Twitter Facebook

Wednesday, April 28, 2010

Akan Tetapi Justru Aku Takut Jika Ini Adalah Majelis Yang Buruk

Akan Tetapi Justru Aku Takut Jika Ini Adalah Majelis Yang Buruk

Sufyan Ats Tsauri bertemu Fudhail bin Iyyad, mereka berdua saling mengingatkan, hingga keduanya sama-sama menangis. Maka Suyan berkata : “ Saya berharap agar majelis kita ini adalah menjadi majelis yang paling utama sehingga kita mendapatkan barakah !” Fudhail berkata : “ Kamu berharap demikian ? Adapun aku justru merasa takut majelis yang kita adakan adalah majelis yang paling buruk. Bukankah anda melihatbegitu baiknya keadaan anda lalu jangan-jangan anda menghias diri untukku (menampakkan kebagusan didepanku ), lalu aku menghias diri (menampakkan kebagusan) untuk anda, hingga aku dan anda sama-sama riya ?”. Lalu menagislah sufyan seraya berkata : “ Nasihatmu telah menghidupkan hatiku, mudah mudahan Allah menghidupkan hatimu.”

###

Hal ini menunjukkan kejelian pemahaman mereka dan dalamnya pengetahuan maupun hikmah keduanya, bentuk kesungguh-sungguhan dalam instropeksi diri dan meneliti lintasan-lintasan hati. Dua orang alim dan ahli ibadah bertemu, keduanya memiliki sifat wara' dan zuhud. Masing-masing memberikan wasiat kepada yang lain agar senantiasa teguh dan konsekuen. Siapakah yang memiliki kefakihan dan pengetahuan seperti Sufyan dan siapakah orang yang memiliki sifat wara' dan zuhud seperti Fudhail ?

Sufyan merasa gembira dengan pertemuan itu dan beliau berharap agar pertemuan tersebut mendatangkan barakah yang agung dan memiliki pengaruh yang besar dan mendalam bagi kehidupan keduanya, akan tetapi disisi lain, Fudhail justru merasa takut dengan sesuatu yang tidak terlintas dalam benak Sufyan Ats Tsauri. Beliau takut terjerumus dalam bencana riya' yang menimpa pada pertemuan tersebut, jangan-jangan tatkala sufyan melihat demikian bagusnya nasihat Fudhail dan pengalaman yang berharga, lalu ia menampakkan antusias dan kesabarannya kepada Fudhail. Bukankah ini merupakan bentuk menghias diri dan bisa jadi pertemuan tersebut membuka pelang bagi jiwa untuk merasa puas (karean mampu menampakkan sikap antusias), memungkinkan untuk timbulnya sikap ujub, suka dipuji dan hati terbuai sedikit demi sedikit ?

Adapun Fudhail tidak merasa terbebas dari sikap menghias diri dan tersebut, beliau khawatir jika ternodai oleh rasa ingin menampakkan kebaikan dirinya sehingga orang menilainya sebagai orang yang ahli ibadah, zuhud dan ikhlas.

Dari perkataan tersebut, Fudhail juga ingin mengingatkan shahabatnya untuk menjauhi lintasan-lintasan hati yang tercela tersebut dan agar waspada terhadap buaian setan yang mendorong seseorang untuk menampakkan kebaikannya dihadapan orang lain.

Kemudian tangis Sufyan semakin menjadi, karena perkataan Fudhail telah membangkitkan kekhawatiran beliau. Tangisan beliau makin keras ketika mengetahui betapa dalamnya kebinasaan yang mungkin dialami oleh orang yang menampakkan kebaikannya, suka dipuji, suka jika orang takjub dengan kebaikannya, dan manusai meletakkan atribut keutamaan dan kesempurnaan.

Lalu Ats Tsauri berdoa kepada Rabb-nya agar menghidupkan hati Fudhail dengan ma'rifah dan dzikir, sebagai balasan atas bimbingannya terhadap beliau sehingga hatiya hidup dan selamat dari tipu daya setan yang tidak disadari oleh kebanyakan orang.

Apakah anda mengingat peristiwa diatas setiap kali anda menyaksikan pertemuan-pertemuan, muktamar, atau pertemuan para duta dan para pemikir ? Apakah mereka pernah membaca kisah ini dan bagaimana kondisi mereka jika dibandingkan dengan kisah tersebut ? Dan apakah mereka sadar bahwa masing-masing dari mereka telah memperbagus diri mereka dihadapan shahabatnya ata ingin diumumkan kebagusannya dan ketegarannya diatas jalan yang lurus ?

Sesungguhnya memisahkan antara perkataan dan perbuatan, keinginan untuk mendapatkan pujian, berbangga diri dan memburu popularitas ditengah manusia, berupaya memperbagus penampilan dihadapan mereka, ada jebakan yang berbahaya, yakni hapusnya amalan dan menjadika tujuan para da'i adalah memperoleh kedudukan dihadapan manusia, bukan untuk mencari solusi atas problematiak umat atau memperbaiki kekurangan mereka.

Berapa banyak orang yang menyeru manusia untuk berakhlaq karimah dan keras dalam memberi peringatan terhadap penyimpangan namun dia sendiri tidak konsekuen dan tidak pula mencegah kemungkaran yang terjadi disekitarnya. Berapa banyak orang yang menyerukan kebaikan namun dia tidak merealisasikan apa yang dia serukan dalam hidupnya. Dia mentolerir dirinya dan condong kepada keinginan hawa nafsunya. Berapa banyak orang yang menyeru kepada keadilan, namun terjerumus kepada praktek-praktek kecurangan.

Itulah penyakit yang diingatkan oleh Allah Ta'ala dalam firmannya

: أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

" Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?"

Haakadza....tahaddatsas salaf, Dr. Musthafa Abdul Wahid. Edisi indonesia : Potret kehidupan para salaf. Pustaka at tibyan hal : 126 – 128.

author:Mohammad Rafiq

0 comments:

Post a Comment

 
Powered by Blogger