Subscribe Twitter Facebook

Thursday, May 27, 2010

LIANG KUBUR AWAL PERJALANAN KITA DI AKHIRAT


LIANG KUBUR AWAL PERJALANAN KITA DI AKHIRAT

Khalifah kaum muslimin yang keempat Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu jika melihat perkuburan beliau menangis mengucurkan air mata hingga membasahi jenggotnya.

Suatu hari ada seorang yang bertanya:

تذكر الجنة والنار ولا تبكي وتبكي من هذا؟

“Tatkala mengingat surga dan neraka engkau tidak menangis, mengapa engkau menangis ketika melihat perkuburan?”
Utsman pun menjawab, “Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إن القبر أول منازل الآخرة فإن نجا منه فما بعده أيسر منه وإن لم ينج منه فما بعده أشد منه

“Sesungguhnya liang kubur adalah awal perjalanan akhirat. Jika
seseorang selamat dari (siksaan)nya maka perjalanan selanjutnya akan
lebih mudah. Namun jika ia tidak selamat dari (siksaan)nya maka
(siksaan) selanjutnya akan lebih kejam.” (HR. Tirmidzi, beliau berkata, “hasan gharib”. Syaikh al-Albani menghasankannya dalam Misykah al-Mashabih)

Bagaimanakah perjalanan seseorang jika ia
telah masuk di alam kubur?


Hadits panjang al-Bara’ bin ‘Azib yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Imam al-Hakim dan
Syaikh al-Albani menceritakan perjalanan para manusia di alam kuburnya:

Suatu hari kami mengantarkan jenazah salah seorang sahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dari golongan Anshar. Sesampainya di
perkuburan, liang lahad masih digali. Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pun duduk (menanti) dan kami juga duduk terdiam di
sekitarnya seakan-akan di atas kepala kami ada burung gagak yang
hinggap. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memainkan sepotong
dahan di tangannya ke tanah, lalu beliau mengangkat kepalanya seraya
bersabda, “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari adzab kubur!” Beliau ulangi perintah ini dua atau tiga kali.

Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Seandainya seorang yang beriman sudah tidak lagi menginginkan dunia
dan telah mengharapkan akhirat (sakaratul maut), turunlah dari langit
para malaikat yang bermuka cerah secerah sinar matahari. Mereka membawa kain kafan dan wewangian dari surga lalu duduk di sekeliling mukmin tersebut sejauh mata memandang.

Setelah itu turunlah malaikat pencabut
nyawa dan mengambil posisi di arah kepala mukmin tersebut. Malaikat
pencabut nyawa itu berkata, ‘Wahai nyawa yang mulia keluarlah engkau untuk menjemput ampunan Allah dan keridhaan-Nya’. Maka nyawa itu (dengan mudahnya) keluar dari tubuh mukmin tersebut seperti lancarnya air yang mengalir dari mulut sebuah kendil. Lalu nyawa tersebut diambil oleh malaikat pencabut nyawa dan dalam sekejap mata diserahkan kepada para malaikat yang berwajah cerah tadi lalu dibungkus dengan kafan surga dan diberi wewangian darinya pula. Hingga terciumlah bau harum seharum wewangian yang paling harum di muka bumi.

Kemudian nyawa yang telah dikafani itu diangkat ke langit.
Setiap melewati sekelompok malaikat di langit mereka bertanya, ‘Nyawa
siapakah yang amat mulia itu?’ ‘Ini adalah nyawa fulan bin fulan’,
jawab para malaikat yang mengawalnya dengan menyebutkan namanya yang terbaik ketika di dunia. Sesampainya di langit dunia mereka meminta izin untuk memasukinya, lalu diizinkan. Maka seluruh malaikat yang ada di langit itu ikut mengantarkannya menuju langit berikutnya. Hingga mereka sampai di langit ketujuh.
Di sanalah Allah berfirman, ‘Tulislah nama hambaku ini di dalam kitab ‘Iliyyin. Lalu kembalikanlah ia ke (jasadnya di) bumi, karena darinyalah Aku ciptakan mereka (para manusia), dan kepadanyalah Aku akan kembalikan, serta darinyalah mereka akan Ku bangkitkan.’

Lalu nyawa tersebut dikembalikan ke jasadnya di dunia. Lantas
datanglah dua orang malaikat yang memerintahkannya untuk duduk. Mereka berdua bertanya, ‘Siapakah rabbmu?’, ‘Rabbku adalah Allah’ jawabnya.
Mereka berdua kembali bertanya, ‘Apakah agamamu?’, ‘Agamaku Islam’
sahutnya. Mereka berdua bertanya lagi, ‘Siapakah orang yang telah
diutus untuk kalian?’ “Beliau adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam” jawabnya. ‘Dari mana engkau tahu?’ tanya mereka berdua. ‘Aku
membaca Al-Qur’an lalu aku mengimaninya dan mempercayainya’.

Tiba-tiba terdengarlah suara dari langit yang menyeru, ‘(Jawaban) hamba-Ku benar!
Maka hamparkanlah surga baginya, berilah dia pakaian darinya lalu
bukakanlah pintu ke arahnya’. Maka menghembuslah angin segar dan
harumnya surga (memasuki kuburannya) lalu kuburannya diluaskan
sepanjang mata memandang.

Saat itu datanglah seorang (pemuda asing) yang amat tampan
memakai pakaian yang sangat indah dan berbau harum sekali, seraya
berkata, ‘Bergembiralah, inilah hari yang telah dijanjikan dulu
bagimu’. Mukmin tadi bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu menandakan
kebaikan’. ‘Aku adalah amal salehmu’ jawabnya. Si mukmin tadi pun
berkata, ‘Wahai Rabbku (segerakanlah datangnya) hari kiamat, karena aku ingin bertemu dengan keluarga dan hartaku.

Adapun orang kafir, di saat dia dalam keadaan tidak mengharapkan
akhirat dan masih menginginkan (keindahan) duniawi, turunlah dari
langit malaikat yang bermuka hitam sambil membawa kain mori kasar. Lalu mereka duduk di sekelilingnya. Saat itu turunlah malaikat pencabut
nyawa dan duduk di arah kepalanya seraya berkata, ‘Wahai nyawa yang hina keluarlah dan jemputlah kemurkaan dan kemarahan Allah!’. Maka nyawa orang kafir tadi ‘berlarian’ di sekujur tubuhnya. Maka malaikat pencabut nyawa tadi mencabut nyawa tersebut (dengan paksa), sebagaimana seseorang yang menarik besi beruji yang menempel di kapas basah. Begitu nyawa tersebut sudah berada di tangan malaikat pencabut nyawa, sekejap mata diambil oleh para malaikat bermuka hitam yang ada di sekelilingnya, lalu nyawa tadi segera dibungkus dengan kain mori kasar.
Tiba-tiba terciumlah bau busuk sebusuk bangkai yang paling busuk di
muka bumi.

Lalu nyawa tadi dibawa ke langit. Setiap mereka melewati
segerombolan malaikat mereka selalu ditanya, ‘Nyawa siapakah yang amat hina ini?’, ‘Ini adalah nyawa fulan bin fulan’ jawab mereka dengan
namanya yang terburuk ketika di dunia. Sesampainya di langit dunia,
mereka minta izin untuk memasukinya, namun tidak diizinkan.

Rasulullah membaca firman Allah:

لا تفتح لهم أبواب السماء ولا يدخلون الجنة حتى يلج الجمل في سم الخياط

“Tidak akan dibukakan bagi mereka (orang-orang kafir)
pintu-pintu langit dan mereka tidak akan masuk surga, sampai seandainya unta bisa memasuki lobang jarum sekalipun.” (QS. Al-A’raf: 40)

Saat itu Allah berfirman, ‘Tulislah namanya di dalam Sijjin di
bawah bumi’, Kemudian nyawa itu dicampakkan (dengan hina dina).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah ta’ala:

وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَكَأنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيْحُ فِي مَكَانٍ سَحِيْقٍ

“Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah
ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau
diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 31)

Kemudian nyawa tadi dikembalikan ke jasadnya, hingga datanglah
dua orang malaikat yang mendudukannya seraya bertanya, ‘Siapakah
rabbmu?’, ‘Hah hah… aku tidak tahu’ jawabnya. Mereka berdua kembali
bertanya, ‘Apakah agamamu?’ “Hah hah… aku tidak tahu’ sahutnya. Mereka berdua bertanya lagi, ‘Siapakah orang yang telah diutus untuk kalian?’
“Hah hah… aku tidak tahu’ jawabnya. Saat itu terdengar seruan dari
langit, ‘Hamba-Ku telah berdusta! Hamparkan neraka baginya dan bukakan pintu ke arahnya’. Maka hawa panas dan bau busuk neraka pun bertiup ke dalam kuburannya. Lalu kuburannya di ‘press’ (oleh Allah) hingga tulang belulangnya (pecah dan) menancap satu sama lainnya.

Tiba-tiba datanglah seorang yang bermuka amat buruk memakai
pakaian kotor dan berbau sangat busuk, seraya berkata, ‘Aku datang
membawa kabar buruk untukmu, hari ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu’. Orang kafir itu seraya bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu menandakan kesialan!’, ‘Aku adalah dosa-dosamu’ jawabnya. ‘Wahai Rabbku, janganlah engkau datangkan hari kiamat’ seru orang kafir tadi. (HR. Ahmad dalam Al-Musnad (XXX/499-503) dan dishahihkan oleh al-Hakim dalam Al-Mustadrak (I/39) dan al-Albani dalam Ahkamul Janaiz hal. 156)

Itulah dua model kehidupan orang yang telah masuk liang kubur. Jika
kita menginginkan untuk menjadi orang yang dibukakan baginya pintu ke surga dan diluaskan liang kuburnya seluas mata memandang maka mari kita berusaha untuk memperbanyak untuk beramal saleh di dunia ini.

Suatu amalan tidak akan dianggap saleh hingga memenuhi dua syarat:
IkhlasSesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur’an maupun hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan landasan dua syarat di atas.

Di antara dalil syarat pertama adalah firman Allah ta’ala:

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ
الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS.Al-Bayyinah: 5)

Di antara dalil syarat kedua adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد

“Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan petunjukku, maka amalan itu akan ditolak.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya (III/1344 no 1718))

Allah menghimpun dua syarat ini dalam firman-Nya di akhir surat Al-Kahfi:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا
إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ
فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Maka mari kita manfaatkan kehidupan dunia yang hanya sementara ini
untuk benar-benar beramal saleh. Semoga kelak kita mendapatkan
kenikmatan di alam kubur serta dihindarkan dari siksaan di dalamnya,
amin.

Wallahu ta’ala a’lam, wa shallallahu ‘ala nabiyyyina muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.
Tulisan ini terinspirasi dari kitab Majalis Al-Mu’minin Fi
Mashalih Ad-Dun-Ya Wa Ad-Din Bi Ightinam Mawasim Rabb Al-’Alamin, karya
Fu’ad bin Abdul Aziz asy-Syahlub (II/83-86)
***
Penulis: Ustadz Abu Abdirrahman Abdullah Zaen, Lc.
Artikel www.muslim.or.id


taken from:
Wall Photos by Ummu Hanin نن رشئد

0 comments:

Post a Comment

 
Powered by Blogger